Gereja Katolik Melembutkan Persyaratan Mukjizat untuk Kesucian
Latar Belakang Historis
Secara tradisional, Gereja Katolik memerlukan dua mukjizat untuk kanonisasi, yaitu proses menyatakan seseorang sebagai orang suci. Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat pergeseran ke arah pendekatan yang lebih fleksibel terhadap persyaratan ini.
Paus Yohanes Paulus II dan Yohanes XXIII: Kanonisasi tanpa Berpegang Teguh pada Tradisi
Pergeseran ini terlihat jelas dalam kanonisasi Paus Yohanes Paulus II dan Paus Yohanes XXIII yang akan datang. Mukjizat kedua Yohanes Paulus II baru-baru ini disetujui, sementara Yohanes XXIII akan dikanonisasi tanpa mukjizat kedua, suatu keputusan yang dibuat oleh Paus Fransiskus.
Ajaran Kepausan Paus Fransiskus
Paus Fransiskus mengeluarkan sebuah ensiklik, dokumen ajaran resmi, yang membuka jalan bagi kanonisasi kedua paus tersebut. Langkah ini menunjukkan penyimpangan dari penekanan tradisional pada mukjizat dalam proses penggelaran orang suci.
Perubahan dalam Persyaratan Mukjizat
Pada tahun 1983, Paus Yohanes Paulus II mempertimbangkan untuk menghapuskan persyaratan mukjizat sama sekali, tetapi pada akhirnya memutuskan untuk tidak melakukannya. Akan tetapi, ia mengurangi jumlah mukjizat yang diperlukan dari empat menjadi dua. Dalam pandangannya, mukjizat berfungsi sebagai “meterai ilahi” yang mengkonfirmasi kesucian seorang santo.
Penurunan Prevalensi Mukjizat Penyembuhan Fisik
Meskipun terdapat fokus tradisional pada mukjizat, Yohanes Paulus II sendiri mengakui adanya penurunan mukjizat penyembuhan fisik. Pengamatan ini telah didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar mukjizat yang digunakan dalam kasus penggelaran orang suci saat ini bersifat medis.
Evaluasi Medis terhadap Mukjizat
Sebuah panel dokter medis mengevaluasi mukjizat yang digunakan dalam kasus penggelaran orang suci untuk memastikan validitasnya. Akan tetapi, sebagaimana yang ditunjukkan oleh David Zax dalam bukunya “The Big Round Table”, Yohanes Paulus II sendiri mengungkapkan keraguannya tentang keandalan mukjizat penyembuhan fisik.
Mengkanonisasi Dua Paus: Tindakan Penyeimbangan
Beberapa komentator berpendapat bahwa keputusan untuk mengkanonisasi Yohanes Paulus II dan Yohanes XXIII bersama-sama merupakan langkah strategis untuk menyeimbangkan aspek-aspek kontroversial dari kepausan mereka. Kepausan Yohanes Paulus II dirusak oleh skandal pelecehan seksual dan salah urus keuangan, sementara Yohanes XXIII tidak memiliki mukjizat kedua. Dengan mengkanonisasi mereka bersama-sama, gereja mungkin berupaya untuk mengurangi persepsi negatif yang terkait dengan masing-masing paus.
Tingkat Pelecehan Seksual dan Skandal Finansial yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya
Kepausan Yohanes Paulus II menyaksikan tingkat pelecehan seksual dan skandal finansial yang belum pernah terjadi sebelumnya di Vatikan. Masalah-masalah ini telah membayangi warisannya dan menimbulkan pertanyaan tentang penanganan gereja terhadap masalah-masalah tersebut.
Dampak Persyaratan Mukjizat pada Proses Penggelaran Orang Suci
Persyaratan mukjizat secara historis telah menjadi faktor kunci dalam menentukan penggelaran orang suci. Akan tetapi, pelonggaran persyaratan ini baru-baru ini menunjukkan bahwa gereja kurang menekankan pada peristiwa luar biasa dan lebih pada karakter dan dampak keseluruhan kehidupan seseorang.
Otoritas Kepausan dalam Mengabaikan Persyaratan Penggelaran Orang Suci
Keputusan Paus Fransiskus untuk mengabaikan persyaratan penggelaran orang suci bagi Yohanes XXIII menunjukkan wewenangnya untuk mengubah prosedur kanonik. Langkah ini menandakan kesediaan untuk beradaptasi dengan keadaan yang berubah dan menemukan cara untuk mengakui kesucian individu yang mungkin tidak sesuai dengan cetakan tradisional penggelaran orang suci.
Kesimpulan
Pendekatan Gereja Katolik yang terus berkembang terhadap persyaratan mukjizat mencerminkan perubahan dalam pemahamannya tentang penggelaran orang suci. Dengan menekankan kehidupan dan dampak seseorang secara keseluruhan daripada hanya mengandalkan peristiwa ajaib, gereja memperluas definisi kesucian dan membuatnya lebih inklusif.