Mode Unisex: Sejarah Gaya yang Melampaui Gender
Kebangkitan Unisex
Sebelum tahun 1960-an, istilah “unisex” jarang digunakan. Namun dengan munculnya gerakan feminisme dan revolusi seksual, pakaian mulai membebaskan diri dari norma gender tradisional.
Pada pertengahan tahun 1960-an, istilah “unisex” muncul untuk menggambarkan salon-salon yang menawarkan potongan rambut serupa untuk pria dan wanita. Pada pertengahan tahun 1970-an, mode unisex telah menjadi fenomena yang meluas, memengaruhi segala hal mulai dari pengasuhan anak hingga tempat kerja.
Mode sebagai Katalisator
Mode memainkan peran penting dalam kebangkitan gaya unisex. Pada tahun 1968, The New York Times pertama kali menggunakan kata “unisex” untuk menggambarkan sepatu “Monster” yang tebal. Segera setelah itu, department store dan katalog membuat bagian baru untuk pakaian “miliknya dan miliknya”, yang menampilkan pasangan dengan pakaian yang serasi.
Unisex sebagai Refleksi Perubahan Sosial
Mode unisex bukan hanya tentang membingungkan orang. Ini berfungsi sebagai simbol dari berbagai gerakan yang menentang peran gender tradisional.
Selama “revolusi merak” pada akhir tahun 1960-an, pria memakai pola dan warna flamboyan pada kemeja Edwardian dan celana ketat. Perancang Rudi Gernreich menciptakan gaya androgini dan futuristik, termasuk pakaian renang tanpa atasan untuk wanita dan “Bra Tanpa Bra” tanpa kawat atau bantalan.
Pada tahun 1970-an, pakaian unisex mengambil bentuk set denim tambal sulam yang serasi dan “pakaian santai” bulu domba untuk seluruh keluarga. Tren ini mencerminkan semakin populernya pengasuhan tanpa gender, karena orang tua berusaha membesarkan anak-anak mereka tanpa batasan stereotip gender tradisional.
Mode Unisex di Abad ke-21
Mode unisex memudar pada pertengahan hingga akhir tahun 1970-an karena orang mencari gaya yang lebih konservatif selama kemerosotan ekonomi. Namun, beberapa elemen unisex tetap ada, seperti celana panjang untuk wanita.
Dalam beberapa tahun terakhir, mode unisex mengalami kebangkitan, sebagian berkat selebritas seperti Jaden Smith, yang telah mengenakan gaun dan rok di banyak kesempatan. Kebangkitan ini mencerminkan tantangan dan kontroversi yang sedang berlangsung seputar identitas dan ekspresi gender.
Fluiditas Gender dan Masa Depan Mode
Mode unisex terus berkembang, mencerminkan sifat gender yang semakin cair. Pakaian bukan lagi sekadar cara untuk mengekspresikan gender, tetapi juga untuk mengomunikasikan individualitas, kreativitas, dan kesadaran sosial.
Peneliti mode Jo Paoletti berpendapat bahwa pakaian bergender kaku membatasi kemampuan kita untuk mengekspresikan diri kita yang sebenarnya. Dia membayangkan masa depan di mana lemari pakaian kita mencerminkan berbagai kemungkinan, memungkinkan kita berpakaian dengan cara yang mengekspresikan diri batin kita dan merangkul identitas beragam kita.
Kesimpulan
Mode unisex memiliki sejarah yang panjang dan kompleks, yang mencerminkan persimpangan perubahan sosial, politik, dan budaya. Ini telah menantang norma gender tradisional, memicu kontroversi, dan terus berkembang sebagai sarana ekspresi individu dan komentar sosial.